Kamis, 01 Februari 2018

subjek pendidikan

SUBJEK PENDIDIKAN

(Berdasar Penafsiran Ayat- Ayat Al-Quran Surat Ar-Rahman:1-4, Surat An- Najm:5-6, Surat An- Nahl:33-34, dan Surat Al-Kahfi:66)
Makalah dibuat Untuk Memenuhi Salah Satu Tugas
Mata Kuliah Tafsir Tarbawi
Dosen pengampu: H. Akhmad Kasban, Lc, M.S.I.


Disusun Oleh:
Siti Komariyah (171044)
Sri Sulaimah (171034)
Wahyu Purwati (171030)

YAYASAN TARBIYATUL MUKMIN PABELAN
SEKOLAH TINGGI ILMU TARBIYAH DAN
MANAJEMEN ISLAM IHSANUL FIKRI
2017



PEMBAHASAN
A.    Pengertian Subjek Pendidikan
Subjek pendidikan adalah orang yang bertanggung jawab memberikan pendidikan sehingga materi yang disampaikan dapat dipahami oleh peserta didik atau objek pendidikan. Subjek pendidikan atau pendidik yang dipahami oleh kebanyakan para ahli yaitu orang tua, guru-guru di sekolah formal maupun informal atau masyarakat. Pendidikan pertama yang kita ketahui selama ini adalah lingkungan keluarga, yang biasanya dipelajari dalam psikologi pendidikan.
Namun harus kita ketahui sebagai umat Islam subjek pendidikan yang sebenarnya adalah Allah dan yang kedua adalah Nabi Muhammad. Sebagai mana yang dimuat dalam Al-qur’an Q.S Al-Alaq ayat 4-5.
الَّذِي عَلَّمَ بِالْقَلَمِ (٤) عَلَّمَ الإنْسَانَ مَا لَمْ يَعْلَمْ (٥
yang mengajar( manusia) dengan perantara kalam. Dia mengajar kepada manusia apa yang tidak diketahuinya”.
Dari penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa subjek pendidikan adalah siapa saja yang memberikan ilmunya kepada objek pendidikan. Seorang pendidik bisa saja masyarakat, kakak, dan kedua orang tua dalam lingkup yang sederhana. Kita dapat memperoleh ilmu dari mana saja, bisa saja dari lingkungan, masyarakat, alam dan semua ciptaan Allah.
B.     SUBJEK PENDIDIKAN DALAM AL-QUR’AN
1.      Surah Ar-Rahman ayat 1-4.
الرَّحْمَنُ (١)  عَلَّمَ الْقُرْآنَ (٢)خَلَقَ الإنْسَانَ (٣) عَلَّمَهُ الْبَيَانَ (٤)
(Rabb) yang maha pemurah(1), yang telah mengajarkan al-qur’an(2), Dia menciptakan manusia(3), mengajarnya pandai berbicara(4).
Pada surah Ar-Rahman ayat 1-4 ditegaskan di sini bahwa yang menjadi subjek pendidikan adalah seorang manusia yang merupakan makhluk ciptaan Allah yang paling sempurna karena diberikan olehnya sesuatu yang tidak ia berikan kepada makhluk ciptaannya yang lain yakni akal yang mengangkat derajat manusia sehingga manusialah yang berhak menjadi subjek pendidikan baik bagi sesama ataupun bagi makhluk ciptaan Allah yang lainnya.
Surah Ar-rahman terdiri dari 78 ayat, surah ini termasuk ke dalam surah Madaniyah. Dinamankan Ar-Rahman yang berarti Yang Maha Pemurah berasal dari kata Ar-Rahman yang terdapat pada ayat pertama surah ini. Ar-rahman merupakan satu dari sekian nama Allah, sebagian besar dari surah ini menerangkan kepemurahan Allah kepada hamba-hamba-Nya, yaitu dengan memberikan nikmat-nikmat yang tak terhingga baik di dunia maupun di akhirat kelak.[1]
Dalam konteks ayat ini, kata Ar-Rahman juga dapat ditambahkan bahwa kaum musyrikin Mekah tidak mengenal siapa Ar-Rahman sebagaimana pengakuan mereka yang direkam oleh Q.S Al-Furqan 25 :60. Dimulainya surah ini dengan kata tersebut bertujuan juga mengundang rasa ingin tahu mereka dengan harapan akan tergugah untuk mengakui nikmat – nikmat dan beriman kepada Nya.[2]
Kata ‘Al-lama atau mengajarkan memerlukan objek. Banyak ulama yang mengatakan bahwa yang dimaksud objek disini adalah Al-insan atau manusia. Malaikat Jibril yang menerima wahyu dari Allah yang berupa Al-Qur’an untuk disampaikan kepada nabi Muhammad, disampaikan oleh beliau kepada nabi, malaikat Jibril tidak akan mungkin mengajarkannya kepada nabi kalau sebelumnya tidak mendapat pengajaran kepada Allah.
Al-Hasan berkata kata Al-Bayan berarti berbicara, karena konteks Al-Qur’an berada dalam pengajaran Allah yaitu cara membacanya, hal ini berlangsung dengan cara memudahkan pengucapan artikulasi serta memudahkan keluarnya huruf melalui jalanya masing-masing dari tenggorokan, lidah dan dua bibir sesuai dengan keragaman artikulasi sesuai dengan jenis hurufnya.[3]
Sedangkan menurut Thabathaba’i, kata bayan berarti jelas, yang dimaksud disini dalam arti potensi mengungkap yakni kalam atau ucapan yang dengannya dapat terungkap apa yang terdapat dalam benak. Menurutnya tidaklah dapat terwujud kehidupan bermasyarakat manusia, tidak juga mahluk ini dapat mencapai kemajuan yang mengagumkan dalam kehidupan kecuali dengan kesadaran tentang al-kalam atau pembicaraan itu sendiri, karena dengan demikian dia telah membuka pintu untuk memeroleh dan memberi pemahaman, tanpa itu manusia akan sama saja dengan binatang dalam hal ketidakmampuannya mengubah wajah kehidupan dunia ini.[4]
Adapun kaitan ayat ini dengan subjek pendidikan adalah sebagai berikut :
1) Kata Ar-rahman menunjukan bahwa sifat-sifat pendidik adalah murah hati, penyayang dan lemah lembut, santun dan berakhlak mulia kepada
anak didiknya dan siapa saja (kompetensi personal).
2) Seorang guru hendaknya memiliki kompetensi pedagogis[5] yang baik sebagaimana Allah mengajarkan Al-Qur’an kepada nabi-Nya.
3) Al-Qur’an menunjukkan sebagai materi yang diberikan kepada anak didik adalah kebenaran/ilmu dari Allah (kompetensi professional).
4) Keberhasilan pendidik adalah ketika anak didik mampu menerima dan mengembangkan ilmu yang diberikan, sehingga anak didik menjadi generasi yang memiliki kecerdasan spiritual dan kecerdasan intelektual.[6]
2.      Surah An-Najm ayat 5-6.
عَلَّمَهُ شَدِيدُ الْقُوَى (٥) ذُو مِرَّةٍ فَاسْتَوَى (٦)
       Yang diajarkan kepadanya oleh ( Jibril) yang sangat kuat, yang mempunyai keteguhan, maka (Jibril iu) menampakkan dirinya dengan rupa yang asli (rupa yang bagus dan perkasa).”
Surah An-Najm termasuk kedalam surah Makiyah, jumlah ayatnya terdiri dari 62 ayat. Surah ini diturunkan sesudah surah Al-Ikhlas. Nama An-Najm yang berarti bintang, diambil dari perkataan An-Najm yang terdapat pada ayat pertama surah ini. Menurut keterangan yang shahih, surah An-Najm ini surah yang pertama kali dikemukakan oleh Rosulullah.[7]
Pada surah An-Najm ini ditegaskanya klasifikasi seorang pendidik atau siapa saja yang berkompeten menjadi subjek pendidikan yakni seperti yang tersurah dalam ayat ini adalah seperti halnya seorang malaikat Jibril yang mana beliau digambarkan sebagai berikut:
1) Sangat kuat, maksudnya memiliki fisik dan psikis yang matang dan mampu memecahkan masalah.
2) Mempunyai akal yang cerdas, yakni seorang pendidik haruslah memiliki akal yang mumpuni dalam bidangnya yakni berkompeten dalam mengajarkan apa yang diajarkannya sebagai seorang subyek pendidikan.
3) Menampakan dengan rupanya yang asli, yakni seorang subyek pendidikan hendaklah bersikap wajar yang tidak melebih-lebihkan segala sesuatu baik dari dirinya maupun apa yang dilakoninya dalam bidangnya.
Sedangkan dalam tafsir Al-Qurtubi dijelaskan bahwa seluruh mufassir mengatakan القوى شديد adalah malaikat Jibril, kecuali Al-Hasan, ia menyatakan bahwa القوى شديد adalah Allah. Adapun kalimat ذومرة berarti memiliki kekuatan dan kecerdasan atau wawasan luas. Demikian pula yang dinyatakan oleh Ibnu Katsir.
Dengan merujuk kepada pendapat jumhur mufassir[8], ayat ini berbicara tentang
malaikat Jibril yang menjadi guru besar nabi Muhammad. terlepas dari perbedaan mengenai figur yang disebut pada ayat 5, seluruh mufassir sepakat bahwa figur yang dimaksud bersifat memiliki kekuatan dalam segala dimensinya serta kecerdasan khusus. Dengan demikian, makna pendidikan dalam ayat ini adalah bahwa seorang pendidik seyogyanya merupakan sosok yang kuat, baik dari segi fisik, mental, ekonomi, maupun intelektual.[9]

C.    Tafsir Surah An-Nahl ayat 43-44
وَمَا أَرْسَلْنَا مِنْ قَبْلِكَ إِلَّا رِجَالًا نُوحِي إِلَيْهِمْ ۚ فَاسْأَلُوا أَهْلَ الذِّكْرِ إِنْ كُنْتُمْ لَا تَعْلَمُونَ (٤٣)بِالْبَيِّنَاتِ وَالزُّبُرِ ۗ وَأَنْزَلْنَا إِلَيْكَ الذِّكْرَ لِتُبَيِّنَ لِلنَّاسِ مَا نُزِّلَ إِلَيْهِمْ وَلَعَلَّهُمْ يَتَفَكَّرُونَ (٤٤
”Dan Kami tidak mengutus sebelum engkau (Muhammad), melainkan orang-orang lelaki yang Kami beri wahyu kepada mereka; Maka bertanyalah kepada orang yang mempunyai pengetahuan, jika kamu tidak mengetahui, keterangan-keterangan (mukjizat) dan kitab-kitab. dan Kami turunkan kepadamu Al Quran, agar kamu menerangkan pada umat manusia apa yang telah diturunkan kepada mereka, dan supaya mereka memikirkan”[QS.An-Nahl:43-44)
Surah An-Nahl adalah surah ke-16 dalam Al-Qur’an. Surah ini terdiri dari 128
ayat dan termasuk surah makiyyah. Surah ini dinamakan An-Nahl yang berarti lebah, karena didalamnya terdapat firman Allah, yaitu pada ayat 68 yang artinya: ”Dan Tuhanmu mewahyukan kepada lebah”. Lebah adalah makhluk Allah yang banyak memberi manfaat dan kenikmatan kepada manusia. Ada persamaan antara madu yang dihasilkan oleh lebah dengan Al-Qur’an Al-Karim. Madu berasal dari bermacam-macam sari bunga dan dia menjadi obat bagi bermacam macam penyakit manusia.[10] Sedang Al-Qur’an mengandung inti sari dari kitab kitab yang telah diturunkan kepada nabi-nabi zaman dahulu ditambah dengan ajaran-ajaran yang diperlukan oleh semua bangsa sepanjang masa untuk mencapai kebahagiaan dunia dan akhirat. Surah ini dinamakan pula An-Ni’am artinya nikmat-nikmat, karena didalamnya Allah menyebutkan berbagai macam kenikmatan yang diperuntukan hamba-hambanya.[11]
Penyebutan anugerah Allah kepada nabi Muhammad secara khusus dan bahwa yang dianugerahkan-Nya itu adalah adz-dzikr mengesankan perbedaan kedudukan beliau dengan para nabi dan para rasul sebelumnya. Dalam konteks ini nabi Muhammad bersabda :
”Tidak seorang nabi pun kecuali telah dianugerahkan Allah apa (bukti-bukti indrawi) yang menjadikan manusia percaya padanya. Dan sesungguhnya aku dianugerahi wahyu (Al-Qur’an) yang bersifat immaterial dan kekal sepanjang masa, akan aku mengharap menjadi yang paling banyak pengikutnya di hari kemudian”. (HR.Bukhari).
Adapun dalam tafsir Jalalain dijelaskan bahwa kata الذكر أهل ditafsirkan sebagai para ulama yang memahami kitab Taurat dan kitab Injil. Ibnu Katsir menjelaskan hal yang senada bahwa yang dimaksud dengan ahludz dzikr adalah ahli kitab sebelum Muhammad.
Sementara itu, kaitannya dengan subjek pendidikan pada ayat tersebut adalah bahwa seorang guru dalam perannya sebagai ahli al-dzikr selain berfungsi sebagai orang yang mengingatkan para peserta didik dari berbuat yang melanggar larangan Allah dan rasul-Nya, juga sebagai seorang yang mendalami ajaran-ajaran yang berasal dari Tuhan yang terdapat dalam berbagai kitab yang pernah diturunkan- Nya kepada para nabi dan rasul-Nya dari sejak dahulu kala hingga sekarang. Sebagai ahli al-dzikr ia dapat mencari titik persamaan antara ajaran yang terdapat didalam berbagai kitab tersebut untuk diamalkan dalam kehidupan sehari-hari.[12]



D.    Tafsir Surah Al-Kahfi ayat 66
قَالَ لَهُ مُوسَىٰ هَلْ أَتَّبِعُكَ عَلَىٰ أَنْ تُعَلِّمَنِ مِمَّا عُلِّمْتَ رُشْدًا (٦٦
 “Musa berkata kepada Khidhr: " Bolehkah aku mengikutimu supaya kamu mengajarkan kepadaku ilmu yang benar di antara ilmu-ilmu yang telah diajarkan kepadamu?" (QS.Al-Kahfi:66)
Surah Al-Kahfi artinya gua, disebut juga surah Ashab Al-Kahfi yaitu surah ke- 18 dalam Al-Qur’an. Surah ini terdiri dari 110 ayat dan termasuk kedalam surah Makiyah. Dinamai Al-Kahfi dan Ashabul Kahfi yang artinya Penghuni-Penghuni Gua. Kedua nama ini diambil dari cerita yang terdapat dalam surah ini pada ayat 9 sampai dengan 26, tentang beberapa orang pemuda yang tidur dalam gua bertahun tahun lamanya. Selain cerita tersebut, terdapat pula beberapa buah cerita dalam surah ini, yang kesemuanya mengandung pelajaran-pelajaran yang sangat berguna bagi kehidupan umat manusia.
Menurut Quraish Shihab, ayat ini menjelaskan tentang ucapan nabi Musa terhadap nabi Khidhir yang sangat halus. Beliau tidak menuntut untuk diajar tetapi permintaanya diajukan dalam bentuk pertanyaan, “Bolehkah aku mengikutimu?”
Disisi lain, disini kita menemukan hamba yang shaleh itu juga penuh dengan tata karma. Beliau langsung tidak menolak permintaan nabi Musa, tetapi menyampaikan penilaiannya bahwa nabi agung itu tidak akan bersabar mengikutinya sambil menyampaikan alasan yang sungguh logis dan tidak menyinggung perasaan ketidak sabaran tersebut.
Berdasarkan ayat diatas menunjukan bahwa interaksi yang terjadi antara guru dan murid harus berlangsung dalam suasana saling menghargai atau menghormati. Sikap ini seperti yang ditunjukan oleh nabi Musa kepada nabi Khidhir merupakan cerminan dari kesabaran dan sikap lapang dada dalam memberikan bimbingan/pengajaran kepada muridnya. Dengan demikian, seorang pendidik harus memiliki kompetensi akhlak dan kepribadian yang luhur dalam proses pembelajaran. Diantaranya adalah dengan memiliki sikap sabar dalam menghadapi perilaku peserta didiknya. Jika sikap seperti ini dapat diterapkan dalam proses pembelajaran, maka akan tercipta suasana yang kondusif terhadap upaya memperoleh hasil belajar yang berkualitas baik.
Pada surah al-Kahfi ayat 66 ini menjelaskan bahwa subjek pendidikan bisa siapa saja yang berkompeten di dalam bidangnya tanpa terkecuali dan tanpa pandang bulu seperti pada ayat ini, ketika nabi Musa berguru kepada Khidir walaupun Khidir merupakan salah satu nabi sedangkan Musa merupakan nabi dan rasul tetapi Allah menyuruhnya untuk berguru atau menuntut ilmu kepada Khidir dikarenakan Khidir merupakan orang yang berkompeten dalam rangka mengajarkan Musa. Jadi, sebagai seorang pendidik atau sebagai subjek pendidikan hendaklah menguasai seluk beluk bidang yang digelutinya dalam hal yang akan diajarkannya kepada peserta didik.
Adapun sikap yang harus dimiliki oleh seorang pendidik yaitu:
a. Mengajarkan dan mempraktikkan etika salam.
b. Menghiasi wajahnya dengan senyum.
c. Menggunakan kata-kata yang baik dan bijak.
d. Memperingatkan anak didiknya ketika melakukan kesalahan.
e. Menjawab pertanyaan anak didiknya.
f. Menjaga kebersihan diri dan pakaiannya.
Berdasarkan pemaparan diatas, seorang pendidik harus menyadari betul keagungan profesinya. Ia harus menghiasi dirinya dengan akhlak yang mulia dan menjauhi semua akhlak yang tercela. Ia tidak boleh kikir dalam menyampaikan pengetahuannya dan menganggap remeh semua masalah yang merintangi, sehingga mampu mencapai target dan misinya dalam melakukan sistem pendidikan. Sikap seperti ini akan mampu mendorong seorang pendidik untuk melakukan hal-hal besar dalam menjalani profesinya demi mendapatkan hasil yang maksimal baik anak didiknya.


[1] Ahmad Izzan, Tafsir Pendidikan Konsep Pendidikan Berbasis Al-Quran, (Bandung: Humaniora.2015) hal. 173.
[2] Teungku Muhammad Hasbi ash-Shiddieqy, Tafsir Al Qur’anul Majid An Nuur, (Semarang: Pustaka Rizki Putra,2000), 405.
[3] Abdullah bin Muhammad bin Abdurrahman bin Ishaq Alu Syaikh, Lubabut Tafsir min Ibni Katsiir,Terj. M. Abdul Ghofar dan Abu Ihsan Al -Atsari, (Jakarta : Pustaka Imam Syafii, 2008), cet. 1, 229-230.
[4] M. Quraish Shihab, Tafsir Al-Mishbah, jilid 13, (Jakarta: Lentera Hati, 2002), cet. 3, 278.
[5] Kompetensi pedagogis merupakan kemampuan guru dalam mengelola pembelajaran, meliputi pemahaman wawasan atau landasan kependidikan, pemahaman terhadap peserta didik, pengembangan kurikulum/silabus, perancangan pembelajaran, pelaksanaan pembelajaran yang mendidik dan dialogis, pemanfaatan teknologi pembelajaran, evaluasi proses dan hasil belajar, dan pengembangan peserta didik untuk mengaktualisasikan berbagai potensi yang dimilikinya.

[6] Ahmad Izzan, Tafsir Pendidikan Konsep Pendidikan Berbasis Al-Quran, (Bandung: Humaniora.2015) hal. 175.
[7] Ibid, hal 175.
[8] Jumhur adalah Mayoritas, muffasir adalah  ahli tafsir (yang dimaksud adalah mayoritas ahli tafsir Al-Quran)
[9] Ibid, hal 176.
 [10]  Untuk lebih jelas lihat dalam ayat 69.
[11] Ahmad Izzan, Tafsir Pendidikan Konsep Pendidikan Berbasis Al-Quran, (Bandung: Humaniora.2015) hal. 177.
[12] Ibid, 179.
 

subjek pendidikan

SUBJEK PENDIDIKAN (Berdasar Penafsiran Ayat- Ayat Al-Quran Surat Ar-Rahman:1-4, Surat An- Najm:5-6, Surat An- Nahl:33-34, dan Su...