SUBJEK PENDIDIKAN
(Berdasar Penafsiran Ayat- Ayat Al-Quran Surat Ar-Rahman:1-4, Surat An- Najm:5-6, Surat An- Nahl:33-34,
dan Surat Al-Kahfi:66)
Makalah dibuat Untuk Memenuhi Salah Satu
Tugas
Mata Kuliah Tafsir Tarbawi
Dosen
pengampu: H. Akhmad Kasban,
Lc, M.S.I.
Disusun Oleh:
Siti Komariyah (171044)
Sri Sulaimah (171034)
Wahyu Purwati (171030)
|
YAYASAN
TARBIYATUL MUKMIN PABELAN
SEKOLAH TINGGI
ILMU TARBIYAH DAN
MANAJEMEN ISLAM
IHSANUL FIKRI
2017
PEMBAHASAN
A. Pengertian Subjek Pendidikan
Subjek
pendidikan adalah orang yang bertanggung jawab memberikan pendidikan sehingga materi
yang disampaikan dapat dipahami oleh peserta didik atau objek pendidikan.
Subjek pendidikan atau pendidik yang dipahami oleh kebanyakan para ahli yaitu
orang tua, guru-guru di sekolah formal
maupun informal atau masyarakat. Pendidikan pertama yang kita ketahui selama ini
adalah lingkungan keluarga, yang biasanya dipelajari dalam psikologi
pendidikan.
Namun harus
kita ketahui sebagai umat Islam subjek pendidikan yang sebenarnya adalah Allahﷻ
dan yang kedua adalah Nabi Muhammadﷺ.
Sebagai mana yang dimuat dalam Al-qur’an Q.S Al-Alaq ayat 4-5.
الَّذِي عَلَّمَ بِالْقَلَمِ (٤) عَلَّمَ الإنْسَانَ
مَا لَمْ يَعْلَمْ (٥
“yang mengajar( manusia) dengan perantara
kalam. Dia mengajar kepada manusia apa yang tidak diketahuinya”.
Dari
penjelasan di atas dapat
disimpulkan bahwa subjek pendidikan adalah siapa saja yang memberikan ilmunya kepada
objek pendidikan. Seorang pendidik bisa saja masyarakat, kakak, dan kedua orang tua
dalam lingkup yang sederhana. Kita dapat memperoleh ilmu dari mana saja, bisa saja dari
lingkungan, masyarakat, alam dan semua ciptaan Allahﷻ.
B. SUBJEK PENDIDIKAN DALAM AL-QUR’AN
1. Surah Ar-Rahman ayat 1-4.
الرَّحْمَنُ (١) عَلَّمَ الْقُرْآنَ
(٢)خَلَقَ الإنْسَانَ (٣) عَلَّمَهُ الْبَيَانَ (٤)
“(Rabb)
yang maha pemurah(1), yang telah mengajarkan al-qur’an(2), Dia menciptakan
manusia(3), mengajarnya pandai berbicara(4).
Pada surah Ar-Rahman ayat 1-4
ditegaskan di sini bahwa yang menjadi subjek pendidikan adalah seorang manusia
yang merupakan makhluk ciptaan Allahﷻ
yang paling sempurna karena diberikan olehnya sesuatu yang tidak ia berikan
kepada makhluk ciptaannya yang lain yakni akal yang mengangkat derajat manusia
sehingga manusialah yang berhak menjadi subjek pendidikan baik bagi sesama
ataupun bagi makhluk ciptaan Allahﷻ
yang lainnya.
Surah Ar-rahman terdiri dari 78
ayat, surah ini termasuk ke dalam surah Madaniyah. Dinamankan Ar-Rahman yang
berarti Yang Maha Pemurah berasal dari kata Ar-Rahman yang terdapat pada ayat
pertama surah ini. Ar-rahman merupakan satu dari sekian nama Allahﷻ, sebagian besar dari
surah ini menerangkan kepemurahan Allahﷻ kepada hamba-hamba-Nya,
yaitu dengan memberikan nikmat-nikmat yang tak terhingga baik di dunia maupun
di akhirat kelak.[1]
Dalam konteks ayat ini, kata Ar-Rahman juga dapat
ditambahkan bahwa kaum musyrikin Mekah tidak mengenal siapa Ar-Rahman sebagaimana
pengakuan mereka yang direkam oleh Q.S Al-Furqan 25 :60. Dimulainya surah ini
dengan kata tersebut bertujuan juga mengundang rasa ingin tahu mereka dengan
harapan akan tergugah untuk mengakui nikmat – nikmat dan beriman kepada Nya.[2]
Kata ‘Al-lama atau
mengajarkan memerlukan objek. Banyak ulama yang mengatakan bahwa yang dimaksud
objek disini adalah Al-insan atau manusia. Malaikat Jibril yang menerima
wahyu dari Allah yang berupa Al-Qur’an untuk disampaikan kepada nabi Muhammadﷺ, disampaikan oleh beliau kepada nabi,
malaikat Jibril tidak akan mungkin mengajarkannya kepada nabi kalau sebelumnya
tidak mendapat pengajaran kepada Allahﷻ.
Al-Hasan berkata kata Al-Bayan berarti
berbicara, karena konteks Al-Qur’an berada dalam pengajaran Allahﷻ yaitu cara membacanya,
hal ini berlangsung dengan cara memudahkan pengucapan artikulasi serta
memudahkan keluarnya huruf melalui jalanya masing-masing dari tenggorokan,
lidah dan dua bibir sesuai dengan keragaman artikulasi sesuai dengan jenis
hurufnya.[3]
Sedangkan menurut Thabathaba’i, kata
bayan berarti jelas, yang dimaksud disini dalam arti potensi mengungkap
yakni kalam atau ucapan yang dengannya dapat terungkap apa yang
terdapat dalam benak. Menurutnya tidaklah dapat terwujud kehidupan
bermasyarakat manusia, tidak juga mahluk ini dapat mencapai kemajuan yang
mengagumkan dalam kehidupan kecuali dengan kesadaran tentang al-kalam atau
pembicaraan itu sendiri, karena dengan demikian dia telah membuka pintu
untuk memeroleh dan memberi pemahaman, tanpa itu manusia akan sama saja dengan
binatang dalam hal ketidakmampuannya mengubah wajah kehidupan dunia ini.[4]
Adapun
kaitan ayat ini dengan subjek pendidikan adalah sebagai berikut :
1) Kata Ar-rahman menunjukan bahwa sifat-sifat pendidik adalah
murah hati, penyayang dan lemah lembut, santun dan berakhlak mulia kepada
anak didiknya dan siapa saja (kompetensi personal).
2) Seorang guru hendaknya memiliki kompetensi pedagogis[5]
yang baik sebagaimana Allah mengajarkan Al-Qur’an kepada nabi-Nya.
3) Al-Qur’an menunjukkan sebagai materi yang diberikan kepada anak
didik adalah kebenaran/ilmu dari Allah (kompetensi professional).
4) Keberhasilan pendidik adalah ketika anak didik mampu menerima
dan mengembangkan ilmu yang diberikan, sehingga anak didik menjadi generasi
yang memiliki kecerdasan spiritual dan kecerdasan intelektual.[6]
2. Surah An-Najm ayat 5-6.
عَلَّمَهُ شَدِيدُ الْقُوَى (٥) ذُو مِرَّةٍ فَاسْتَوَى
(٦)
“Yang diajarkan kepadanya oleh ( Jibril) yang sangat
kuat, yang mempunyai keteguhan, maka
(Jibril iu) menampakkan dirinya dengan rupa yang asli (rupa yang
bagus dan perkasa).”
Surah An-Najm termasuk kedalam surah Makiyah, jumlah ayatnya terdiri
dari 62 ayat. Surah ini diturunkan sesudah surah Al-Ikhlas. Nama An-Najm yang berarti
bintang, diambil dari perkataan An-Najm yang terdapat pada ayat pertama surah
ini. Menurut keterangan yang shahih, surah An-Najm ini surah yang pertama kali dikemukakan
oleh Rosulullahﷺ.[7]
Pada surah An-Najm ini ditegaskanya
klasifikasi seorang pendidik atau siapa saja yang berkompeten menjadi subjek
pendidikan yakni seperti yang tersurah dalam ayat ini adalah seperti halnya
seorang malaikat Jibril yang mana beliau digambarkan sebagai berikut:
1) Sangat kuat, maksudnya memiliki fisik dan psikis yang matang dan
mampu memecahkan masalah.
2) Mempunyai akal yang cerdas, yakni seorang pendidik haruslah
memiliki akal yang mumpuni dalam bidangnya yakni berkompeten dalam mengajarkan
apa yang diajarkannya sebagai seorang subyek pendidikan.
3) Menampakan dengan rupanya yang asli, yakni seorang subyek
pendidikan hendaklah bersikap wajar yang tidak melebih-lebihkan segala sesuatu
baik dari dirinya maupun apa yang dilakoninya dalam bidangnya.
Sedangkan dalam tafsir Al-Qurtubi
dijelaskan bahwa seluruh mufassir mengatakan القوى شديد adalah malaikat Jibril, kecuali Al-Hasan, ia menyatakan bahwa القوى شديد adalah
Allahﷻ. Adapun kalimat ذومرة berarti memiliki kekuatan dan kecerdasan atau wawasan luas.
Demikian pula yang dinyatakan oleh Ibnu Katsir.
Dengan merujuk kepada pendapat
jumhur mufassir[8],
ayat ini berbicara tentang
malaikat Jibril yang menjadi guru besar nabi Muhammadﷺ. terlepas dari perbedaan mengenai figur
yang disebut pada ayat 5, seluruh mufassir sepakat bahwa figur yang dimaksud
bersifat memiliki kekuatan dalam segala dimensinya serta kecerdasan khusus.
Dengan demikian, makna pendidikan dalam ayat ini adalah bahwa seorang pendidik
seyogyanya merupakan sosok yang kuat, baik dari segi fisik, mental, ekonomi,
maupun intelektual.[9]
C.
Tafsir Surah An-Nahl ayat 43-44
وَمَا أَرْسَلْنَا مِنْ قَبْلِكَ إِلَّا رِجَالًا نُوحِي إِلَيْهِمْ ۚ
فَاسْأَلُوا أَهْلَ الذِّكْرِ إِنْ كُنْتُمْ لَا تَعْلَمُونَ (٤٣)بِالْبَيِّنَاتِ وَالزُّبُرِ ۗ وَأَنْزَلْنَا
إِلَيْكَ الذِّكْرَ لِتُبَيِّنَ لِلنَّاسِ مَا نُزِّلَ إِلَيْهِمْ وَلَعَلَّهُمْ
يَتَفَكَّرُونَ (٤٤
”Dan
Kami tidak mengutus sebelum engkau (Muhammad), melainkan orang-orang lelaki
yang Kami beri wahyu kepada mereka; Maka bertanyalah kepada orang yang
mempunyai pengetahuan, jika kamu tidak mengetahui, keterangan-keterangan
(mukjizat) dan kitab-kitab. dan Kami turunkan kepadamu Al Quran, agar kamu
menerangkan pada umat manusia apa yang telah diturunkan kepada mereka, dan
supaya mereka memikirkan”[QS.An-Nahl:43-44)
Surah
An-Nahl adalah surah ke-16 dalam Al-Qur’an. Surah ini terdiri dari 128
ayat dan termasuk surah makiyyah. Surah ini dinamakan An-Nahl yang
berarti lebah, karena didalamnya terdapat firman Allahﷻ,
yaitu pada ayat 68 yang artinya: ”Dan Tuhanmu mewahyukan kepada lebah”. Lebah
adalah makhluk Allah yang banyak memberi manfaat dan kenikmatan kepada manusia.
Ada persamaan antara madu yang dihasilkan oleh lebah dengan Al-Qur’an Al-Karim. Madu berasal dari
bermacam-macam sari bunga dan dia menjadi obat bagi bermacam macam penyakit
manusia.[10] Sedang Al-Qur’an mengandung inti
sari dari kitab kitab yang telah diturunkan kepada nabi-nabi zaman dahulu
ditambah dengan ajaran-ajaran yang diperlukan oleh semua bangsa sepanjang masa
untuk mencapai kebahagiaan dunia dan akhirat. Surah ini dinamakan pula An-Ni’am
artinya nikmat-nikmat, karena didalamnya Allah menyebutkan berbagai macam kenikmatan
yang diperuntukan hamba-hambanya.[11]
Penyebutan anugerah Allah kepada
nabi Muhammad secara khusus dan bahwa yang dianugerahkan-Nya itu adalah
adz-dzikr mengesankan perbedaan kedudukan beliau dengan para nabi dan para
rasul sebelumnya. Dalam konteks ini nabi Muhammadﷺ
bersabda :
”Tidak
seorang nabi pun kecuali telah dianugerahkan Allah apa (bukti-bukti indrawi) yang
menjadikan manusia percaya padanya. Dan sesungguhnya aku dianugerahi wahyu
(Al-Qur’an) yang bersifat immaterial dan kekal sepanjang masa, akan aku
mengharap menjadi yang paling banyak pengikutnya di hari kemudian”.
(HR.Bukhari).
Adapun dalam tafsir Jalalain
dijelaskan bahwa kata الذكر أهل ditafsirkan
sebagai para ulama yang memahami kitab Taurat dan kitab Injil. Ibnu Katsir
menjelaskan hal yang senada bahwa yang dimaksud dengan ahludz dzikr adalah
ahli kitab sebelum Muhammadﷺ.
Sementara itu, kaitannya dengan
subjek pendidikan pada ayat tersebut adalah bahwa seorang guru dalam perannya
sebagai ahli al-dzikr selain berfungsi sebagai orang yang mengingatkan
para peserta didik dari berbuat yang melanggar larangan Allah dan rasul-Nya,
juga sebagai seorang yang mendalami ajaran-ajaran yang berasal dari Tuhan yang
terdapat dalam berbagai kitab yang pernah diturunkan- Nya kepada para nabi dan
rasul-Nya dari sejak dahulu kala hingga sekarang. Sebagai ahli al-dzikr
ia dapat mencari titik persamaan antara ajaran yang terdapat didalam berbagai
kitab tersebut untuk diamalkan dalam kehidupan sehari-hari.[12]
D.
Tafsir Surah Al-Kahfi ayat 66
قَالَ لَهُ مُوسَىٰ هَلْ أَتَّبِعُكَ عَلَىٰ أَنْ تُعَلِّمَنِ مِمَّا
عُلِّمْتَ رُشْدًا (٦٦
“Musa berkata kepada Khidhr: " Bolehkah aku
mengikutimu supaya kamu mengajarkan kepadaku ilmu yang benar di antara
ilmu-ilmu yang telah diajarkan kepadamu?" (QS.Al-Kahfi:66)
Surah Al-Kahfi artinya gua, disebut
juga surah Ashab Al-Kahfi yaitu surah ke- 18 dalam Al-Qur’an. Surah ini terdiri
dari 110 ayat dan termasuk kedalam surah Makiyah. Dinamai Al-Kahfi dan Ashabul
Kahfi yang artinya Penghuni-Penghuni Gua. Kedua nama ini diambil dari cerita
yang terdapat dalam surah ini pada ayat 9 sampai dengan 26, tentang beberapa
orang pemuda yang tidur dalam gua bertahun tahun lamanya. Selain cerita
tersebut, terdapat pula beberapa buah cerita dalam surah ini, yang kesemuanya
mengandung pelajaran-pelajaran yang sangat berguna bagi kehidupan umat manusia.
Menurut Quraish Shihab, ayat ini
menjelaskan tentang ucapan nabi Musa terhadap nabi Khidhir yang sangat halus.
Beliau tidak menuntut untuk diajar tetapi permintaanya diajukan dalam bentuk
pertanyaan, “Bolehkah aku mengikutimu?”
Disisi lain, disini kita menemukan
hamba yang shaleh itu juga penuh dengan tata karma. Beliau langsung tidak
menolak permintaan nabi Musa, tetapi menyampaikan penilaiannya bahwa nabi agung
itu tidak akan bersabar mengikutinya sambil menyampaikan alasan yang sungguh
logis dan tidak menyinggung perasaan ketidak sabaran tersebut.
Berdasarkan ayat diatas menunjukan
bahwa interaksi yang terjadi antara guru dan murid harus berlangsung dalam
suasana saling menghargai atau menghormati. Sikap ini seperti yang ditunjukan
oleh nabi Musa kepada nabi Khidhir merupakan cerminan dari kesabaran dan sikap
lapang dada dalam memberikan bimbingan/pengajaran kepada muridnya. Dengan
demikian, seorang pendidik harus memiliki kompetensi akhlak dan kepribadian
yang luhur dalam proses pembelajaran. Diantaranya adalah dengan memiliki sikap
sabar dalam menghadapi perilaku peserta didiknya. Jika sikap seperti ini dapat
diterapkan dalam proses pembelajaran, maka akan tercipta suasana yang kondusif
terhadap upaya memperoleh hasil belajar yang berkualitas baik.
Pada surah al-Kahfi ayat 66 ini
menjelaskan bahwa subjek pendidikan bisa siapa saja yang berkompeten di dalam
bidangnya tanpa terkecuali dan tanpa pandang bulu seperti pada ayat ini, ketika
nabi Musa berguru kepada Khidir walaupun Khidir merupakan salah satu nabi
sedangkan Musa merupakan nabi dan rasul tetapi Allah menyuruhnya untuk berguru
atau menuntut ilmu kepada Khidir dikarenakan Khidir merupakan orang yang
berkompeten dalam rangka mengajarkan Musa. Jadi, sebagai seorang pendidik atau
sebagai subjek pendidikan hendaklah menguasai seluk beluk bidang yang digelutinya
dalam hal yang akan diajarkannya kepada peserta didik.
Adapun sikap yang harus dimiliki
oleh seorang pendidik yaitu:
a.
Mengajarkan dan mempraktikkan etika salam.
b.
Menghiasi wajahnya dengan senyum.
c.
Menggunakan kata-kata yang baik dan bijak.
d.
Memperingatkan anak didiknya ketika melakukan kesalahan.
e.
Menjawab pertanyaan anak didiknya.
f.
Menjaga kebersihan diri dan pakaiannya.
Berdasarkan pemaparan diatas,
seorang pendidik harus menyadari betul keagungan profesinya. Ia harus menghiasi
dirinya dengan akhlak yang mulia dan menjauhi semua akhlak yang tercela. Ia
tidak boleh kikir dalam menyampaikan pengetahuannya dan menganggap remeh semua
masalah yang merintangi, sehingga mampu mencapai target dan misinya dalam
melakukan sistem pendidikan. Sikap seperti ini akan mampu mendorong seorang
pendidik untuk melakukan hal-hal besar dalam menjalani profesinya demi
mendapatkan hasil yang maksimal baik anak didiknya.
[1] Ahmad Izzan, Tafsir
Pendidikan Konsep Pendidikan Berbasis Al-Quran, (Bandung: Humaniora.2015)
hal. 173.
[2] Teungku Muhammad Hasbi
ash-Shiddieqy, Tafsir Al Qur’anul Majid An Nuur, (Semarang: Pustaka
Rizki Putra,2000), 405.
[3] Abdullah bin Muhammad bin Abdurrahman bin Ishaq Alu Syaikh, Lubabut
Tafsir min Ibni Katsiir,Terj. M. Abdul Ghofar dan Abu Ihsan Al -Atsari,
(Jakarta : Pustaka Imam Syafii, 2008), cet. 1, 229-230.
[4] M. Quraish Shihab, Tafsir Al-Mishbah, jilid 13, (Jakarta:
Lentera Hati, 2002), cet. 3, 278.
[5]
Kompetensi
pedagogis merupakan kemampuan guru dalam mengelola pembelajaran, meliputi
pemahaman wawasan atau landasan kependidikan, pemahaman terhadap peserta didik,
pengembangan kurikulum/silabus, perancangan pembelajaran, pelaksanaan
pembelajaran yang mendidik dan dialogis, pemanfaatan teknologi pembelajaran,
evaluasi proses dan hasil belajar, dan pengembangan peserta didik untuk
mengaktualisasikan berbagai potensi yang dimilikinya.
[6] Ahmad Izzan, Tafsir Pendidikan Konsep Pendidikan Berbasis
Al-Quran, (Bandung: Humaniora.2015) hal. 175.
[7] Ibid, hal 175.
[8] Jumhur adalah
Mayoritas, muffasir adalah ahli tafsir
(yang dimaksud adalah mayoritas ahli tafsir Al-Quran)
[9] Ibid, hal 176.
[11] Ahmad Izzan, Tafsir Pendidikan Konsep Pendidikan Berbasis
Al-Quran, (Bandung: Humaniora.2015) hal. 177.
[12] Ibid, 179.